Halaman

Kamis, 18 Agustus 2011

Aspirasi Masyarakat Sebagai Bagian Demokrasi


Sebuah lembaga perwakilan dapat dikatakan “mewakili,” bukan hanya melalui system rekrutmen anggotanya, tetapi juga bagaimana dalam kerjanya ia melaksanakan tugas mewakili. Sebab lembaga perwakilan esensinya adalah tempat para wakil berkumpul. Dan sebagaimana layaknya hubungan resiprokal lain, soal wakilmewakili tidaklah sejati kalau hanya satu pihak saja yang mengklaim. Yang mewakili menyatakan dialah yang berhak menentukan karena dia mewakili orangorang dengan legitimasi Pemilu. Sementara yang diklaim tidak merasa bahwa ia pernah benarbenar diwakili karena ia tidak tahu bagaimana wakilnya bekerja, bahkan juga “siapa” sebenarnya yang mewakilinya.

Di dalam sebuah negara demokrasi, rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi di negara tersebut. Slogan yang selalu didengungkan oleh negara demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Berdasarkan slogan ini maka masyarakat memiliki hak untuk menyalurkan apa yang menjadi keinginan dan aspirasi mereka. Masyarakat bebas memberikan masukan, aspirasi, ide, dan gagasan kepada parlemen. Meskipun pada akhirnya keputusan akhir ada pada tangan parlemen akan tetapi partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan sangat penting bagi sebuah negara demokrasi.

Di sisi lain, anggota parlemen masa sekarang dan mendatang tentu saja disibukkan dengan banyaknya pengaduan keluhan dan penyampaian aspirasi dari masyarakat. Di sini, anggota parlemen dituntut memiliki kompetensi untuk menyerap aspirasi masyarakat sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan fungsi representasi, yaitu perwakilan politik rakyat. Kompleksnya keberadaan dan peran seorang anggota parlemen dapat saja membenturkan pelaksanaan fungsi representasi pada pilihanpilihan yang dilematis. Apalagi DPR/DPRD merupakan sebuah organisasi yang unik, dimana anggotanya bisa bekerja dalam kelompokkelompok yang lebih kecil berupa komisi dan fraksi. Pada dasarnya ada tiga asas penting yang membuka partisipasi masyarakat dalam optimalisasi fungsi DPR1, yaitu;
A.          Asas kepentingan umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
B.          Asas keterbukaan. Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikanperlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
C.         Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dari ketiga asas tersebut dapat terlihat bahwa partisipasi masyarakat menjadi pilar penting dalam kelangsungan sebuah negara demokrasi.
Apabila dilihat dari peraturan tertulisnya , partisipasi masyarakat dan tata cara penyampaian aspirasi oleh masyarakat tertuang dengan jelas dalam beberapa UU dan
peraturan, yakni ;
1.    UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan Dalam UU ini partisipasi masyarakat diatur melalui bab X Partisipasi Masayarakat Pasal 53, yakni “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undangundang dan rancangan peraturan daerah”. Pengaturan ini merupakan pernyataan politik yang diberikan oleh negara secara formal bahwa masyarakat dapat berpartisipasi secara lisan maupun tulisan terhadap proses legislasi di tingkat nasional maupun di tingkat daerah (lokal).
Selain itu dalam UU 10 Tahun 2004 ini juga diatur mengenai penyebarluasan RUU yang sedang dibahas. Hal ini diatur dalam Pasal 51 dan Pasal 52, yakni “Pemerintah wajib menyebarluasan Peraturan Perundangundangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita negara Republik Indonesia” dan “Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah”. Penyebarluasan RUU yang berasal dari DPR dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR, sedangkan penyebarluasan RUU yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh Instansi Prakarsa.

2.    Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan UndangUndang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden Dalam Perpres No. 68 ini aturan mengenai partisipasi masyarakat tertuang dalam bab VIII Pasal 41, yakni;
a.    Dalam rangka penyiapan dan pembahasan Rancangan UndangUndang, masyarakat dapat memberikan masukan kepada Pemrakarsa.
b.    Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan pokokpokok materi yang diusulkan.
c.    Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap dan jelas”. Selain itu dalam Perpres ini juga disebutkan adanya penyebarluasan RUU kepada masyarakat luas untuk kemudian mendapatkan masukan dari masyarakat yang akan menjadi bahan untuk penyempurnaan UU.

3.    Peraturan Tata Tertib DPR RI Periode 20092014
Bab yang khusus membahas mengenai representasi masyarakat dan partisipasi masyarakat tertuang dalam bab XIV Pasal 203211. Dalam Pasal 208, Masyarakat dapat memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR dalam proses:
a.    Penyusunan dan penetapan Prolegnas;
b.    Penyiapan dan pembahasan rancangan undangundang;
c.    Pembahasan rancangan undangundang tentang APBN;
d.    Pengawasan pelaksanaan undangundang; dan
e.    Pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah.

Bahkan dijelaskan lebih lanjut dalam pasal berikutnya bahwa masukan untuk poin a,b,d,e diserahkan langsung kepada anggota atau pimpinan alat kelangkapan. Sedangkan untuk masukan poin c diserahkan langsung kepada pimpinan komisi. Tata Tertib DPR memberikan penekanan khusus terhadap penyebarluasan materi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) seperti yang diperintahkan Pasal 107 ayat (3) yang menyatakan Penyebarluasan Prolegnas kepada masyarakat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, dan/atau media lainnya.

Dalam Peraturan Tata Tertib ini juga menjelaskan bahwa pimpinan alat kelengkapan yang telah menerima masukan dari masyarakat menyampaikan tindak lanjut atas masukannya tersebut. Ini berarti telah terlihat sebuah mekanisme responsive atas aspirasi yang disampaikan masyarakat.Peraturan Tata Tertib DPD RI 20092014.

4.    Di dalam peraturan Tata Tertib DPD RI dalam Pasal 90 tercantum mengenai keterlibatan masyarakat dalam pembahasan RUU. Selain itu dalam bab XXI yakni bab mengenai kegiatan anggota di daerah dijabarkan mengenai caracara yang dapat dilakukan oleh anggota DPD untuk menghimpun aspirasi masyarakat. Melalui Pasal 145 dijabarkan tujuan dari kunjungan anggota DPD ke daerah, yakni ;
a.      Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah pemilihannya masingmasing yang berada dalam ruang lingkup tugas dan wewenang DPD;
b.      Menyampaikan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya di daerah pemilihan¬nya masingmasing;
c.      Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang undang tertentu.

Untuk dapat memberikan masukan dan aspirasinya, masyarakat dapat turut serta dalam beberapa kegiatan seperti berikut ini;
a.    Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
Pada umumnya RDPU dilakukan oleh anggota DPR bisa melalui komisi, fraksi, badan legislasi yang memanggil beberapa perwakilan masyarakat terkait RUU atau isu yang sedang dibahas. Pada masa awal sidang, DPR juga akan memanggil berbagai elemen masyarakat untuk memberikan masukannya terkait dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang akan disusun oleh DPR. RDPU biasanya terbuka untuk umum. Forum ini diselenggarakan pada saat Pembicaraan Tingkat I RUU, yaitu setelah adanya pemandangan umum fraksi atas RUU atau pemandangan umum pemerintah atas RUU dari DPR. Kesempatan yang hampir sama dapat dijumpai di lingkungan DPD berupa RDPU dengan Komite atau Panitia Perancang UndangUndang (PPUU). Forum ini dilaksanakan kapan saja di dalam atau di luar waktu pembahasan Usul RUU dan Usul Pembentukan RUU. RDPU bisa dilaksanakan atas permintaan dari Komite, PPUU atau atas permintaan pihak lain. Audiensi atau hearing dengan fraksifraksi Forum ini lebih fleksibel, artinya tidak ada waktu yang terjadwalkan sehingga kita dapat melakukan kapan saja sepanjang proses pembahasan RUU itu berlangsung. Hearing dengan fraksi dapat lebih mudah jika kita mengenal salah satu anggota dari fraksi yang bersangkutan.
b.    Pertemuan dengan komisi, gabungan komisi, panitia khusus, badan legislasi, atau badan anggaran. Pada umumnya pertemuan seperti ini dilakukan dengan lebih terbatas. Tujuannya sama yakni menyampaikan secara lisan aspirasi terkait RUU atau isu yang sedang dibahas.

Tidak hanya alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap, masyarakat dapat menyampaikan aspirasi terkait dengan persiapan penyusunan, pembahasan rancangan undangundang, atau dalam rangka monitoring dan evaluasi suatu undangundang yang berlaku. Sebagai contoh, DPR membentuk tim pemantau terhadap pelaksanaan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Tidak semua undangundang dibentuk tim pemantau secara khuusus, namun keberadaannya sangat membantu dan memfasilitasi khususnya pemangku kepentingan dari undang-undang yang dipantau, terkait dengan hambatan dan temuan yang dianggap bermasalah selama undangundang tersebut diimplementasikan.
c.    Pengiriman masukan secara tertulis Selain dapat mengikuti RDPU atau pertemuan dengan perwakilan anggota dewan, masyarakat juga dapat mengirimkan masukannya yang ditujukan kepada pimpinan DPR dengan identitas yang jelas.

Pilihan untuk menentukan kepada badan mana kita ingin menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi, sebenarnya tergantung pada RUU apa yang anda akan pantau, advokasikan atau yang menjadi perhatian para pihak yang berkepentingan dan sampai pada tahap mana RUU tersebut dibahas. Untuk RUU yang sudah masuk tahap pembahasan, akan lebih efektif apabila gagasan kita disampaikan kepada anggota DPR yang membahas RUU tersebut. Namun gagasan pada tahap awal, misalnya topik RUU tertentu atau rancangan naskah akademik RUU atau naskah RUU tertentu, bisa juga disampaikan kepada Badan Legislasi, Deputi Bidang Perundangundangan Sekretariat Jenderal DPR, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI),
atau fraksifraksi.

Penjaringan aspirasi masyarakat tidak hanya dilakukan secara aktif oleh anggota masyarakat akan tetapi anggota DPR sendiri juga melakukan berbagai tindakan untuk dapat menjaring aspirasi masyarakat tersebut. Langkahlangkah yang dilakukan oleh lembaga legislative yakni;
a.    Penyebarluasan RUU kepada masyarakat
Maksud dan tujuan penyebarluasan adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya RUU yang sedang dibahas di DPR guna memberikan masukan atas materi RUU. Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik, seperti TV, Radio, internet maupun media cetak seperti surat kabar, majalah dan edaran2. Setelah penyebarluasan tercapai maka yang ditunggu oleh DPR dan DPD adalah pemberian masukan oleh masyarakat. Masukan tersebut dapat disampaikan secara lisan melalui RDPU atau pertemuan dengan alat kelengkapan maupun secara tertulis yang dikirimkan kepada pimpinan DPR dengan identitas pengirim yang jelas.

b.    Kunjungan kerja.
Kunjungan kerja ke masingmasing dapil dilakukan pada saat masa reses. Setiap empat bulan sekali ada masa reses dan lama masa reses sekitar satu bulan3. Kunjungan kerja lebih difokuskan untuk menjaring aspirasi di dapil (daerah pemilihan) masingmasing. Di samping kunjungan kerja ke dapil, anggota DPR juga melakukan kunjungan kerja komisi atau kunjungan kerja atas nama alat kelengkapan DPR lain.

c.    Rumah aspirasi
Rumah aspirasi ditujukan untuk menerima dan menghimpun aspirasi masyarakat. Selain sarana penyerapan aspirasi, rumah aspirasi juga bertujuan sebagai sarana interaksi antara anggota dewan dengan konstituennya, sebagai tukarmenukar informasi yang memberdayakan, dan juga merupakan pendidikan politik bagi masyarakat. Menurut Desmon Junaidi Mahesa5, anggota DPR RI dari Kalimantan Timur, rumah aspirasi penting sebagai media untuk menjembatani antara kepentingan pemerintah dan masyarakat Kaltim dengan wakilnya yang berada di Senayan. Pada umumnya rumah aspirasi didirikan oleh anggota dewan di dapilnya masingmasing. Menurut Ronald Rofiandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan6, rumah aspirasi jangan hanya terfokus pada bangunan fisik saja, tetapi harus ke konsepnya. Selain itu, Ronald juga menegaskan bahwa apabila hanya untuk menghimpun aspirasi dari masyarakat maka menjadi mudah akan tetapi yang jauh lebih sulit dan penting adalah bagaimana mengkonversikan aspirasiaspirasi tersebut. Terdapat prinsip pokok penyerapan aspirasi, yakni; a. bersifat netral atau bukan partisan b. rumah aspirasi tidak boleh dijadikan rumah tinggal, tetapi lebih dijadikan sebagai tempat bertemu dengan konstituen c. rumah aspirasi jangan terlalu birokratis dan teknokratis d. harus ada konsolidasi yang baik7. Intinya adalah rumah aspirasi harus difungsikan sebagai sarana penyerapan aspirasi masyarakat secara maksimal. Yang harus diperhatikan bukanlah bangunan fisik dan sarana dari rumah aspirasi tersebut, tetapi bagaimana penyerapan aspirasi secara maksimal dari berbagai elemen masyarakat untuk kemudian diperjuangkan oleh anggota DPR. Beberapa contoh anggota DPR yang memiliki rumah aspirasi di dapil mereka masingmasing antara lain seperti Budiman Sudjatmiko8, Ingrid Kansil9, Hajriyanto Thohari10, Anggota PDIP Dapil Sumatera Utara11 (Panda Nababan, Trimedya Panjaitan, Yasona H. Laoly dan Tritamtomo), Setia Permana12, Ahmad Mutaz Rais13, Venna Melinda14, Saan Mustopa, Ramadhan Pohan15, dan TB Dedi Gumelar16.

d.    Seminar, diskusi publik, lokakarya, FGD
Pengadaan kegiatan ini ditujukan untuk menjaring aspirasi masyarakat melalui sebuah forum diskusi yang kondusif.

Di samping langkahlangkah inisiatif yang DPR lakukan untuk menjaring aspirasi masyarakat terdapat juga mekanisme pelaporan kinerja kerja tiap fraksi kepada masyarakat. Hal ini tertuang dalam Pasal 18 ayat 6 Tata Tertib DPR RI, “Fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggotanya dan melaporkan kepada publik, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sidang”. Pasal mengenai pelaporan kinerja yang harus dilakukan oleh fraksi juga tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam UU No 27 Tahun 2009 terdapat dalam pasal 80 ayat 2, “Dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik”. Aturan ini memperlihatkan bahwa masyarakat seharusnya mendapatkan informasi yang jelas mengenai kinerja anggota DPR. Ini dapat menjadi ukuran bagi masyarakat untuk
melihat kualitas dari wakil rakyat terpilih. Masyarakat juga dapat menilai apakah wakil
rakyatnya menjalankan aspirasinya atau tidak. Laporan kinerja juga wajib dilaporkan oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna sesuai dengan peraturan pasal 30 ayat 1 huruf k dalam peraturan tata tertib DPR RI.

Selain caracara yang telah dijabarkan di atas, terdapat alternatif cara yang juga dapat
digunakan oleh anggota masyarakat untuk menyalurkan ide dan masukan mereka kepada anggota DPR, yakni;
1.    Melalui website DPR / DPD
Di dalam website DPR www.dpr.go.id terdapat satu kolom dengan judul aspirasi yang dapat digunakan oleh publik untuk memberikan masukannya. Publik dapat langsung memberikan masukannya kepada komisi yang membidangi isu tersebut. Selain itu terdapat juga kolom dengan judul aspirasi yang sudah diproses yang berisikan mengenai jawaban dan proses berjalannya masukanmasukan tersebut. Akan tetapi sampai dengan saat ini (210710) dalam kolom aspirasi yang sudah diproses tidak ada
satupun aspirasi yang tertulis. Kolom tersebut kosong. Masih dari lingkungan DPR, masyarakat dapat memanfaatkan beberapa forum dan kegiatan DPR, sebagai sarana untuk mengetahui status dan perkembangan suatu rancangan undangundang, apakah masih dalam tahap persiapan, pembahasan, atau persetujuan bersama dengan Pemerintah. Sebagai contoh, salah satunya setiap Selasa, biasanya DPR menyelenggarakan rapat paripurna. Pada kesempatan tersebut, biasanya pimpinan DPR menggunakan forum tersebut untuk menyampaikan tanggapan dan pandangan DPR secara kelembagaan. Secara tidak lansung ini merupakan pelaksanaan dari Tata Tertib DPR. Pasal 31 ayat (4) huruf a dan huruf b yang menyatakan bahwa pimpinan DPR menyampaikan keterangan pers berkaitan dengan kegiatan DPR paling sedikit 1 (satu) kali 1 (satu) minggu dalam masa sidang dan menanggapi isu yang berkembang setelah mendengarkan pandangan atau pendapat alat kelengkapan atau fraksi. Untuk DPD melalui www.dpd.go.id juga tidak terlalu berbeda. Terdapat kolom kotak aspirasi di website DPD. Melalui kotak aspirasi tersebut rakyat dapat langsung memberikan masukannnya dan dapat ditujukan ke tiap panitia ad hoc atau ke provinsi masingmasing.

2.    Melalui website/blog / email anggota dewan
Selain website DPR, terdapat juga beberapa anggota DPR maupun DPD yang
memiliki website atau blog yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Pada umumnya website atau blog ini dapat juga menerima masukan melalui kolom contact dan langsung dapat menulis masukan atau aspirasi rakyat. Dalam website ini anggota DPR juga sering menuliskan kegiatan mereka seharihari dan pokokpokok pikiran mereka mengenai isuisu hangat yang sedang terjadi. Email juga kemudian menjadi salah satu media yang dapat dengan mudah digunakan masyarakat luas untuk berkomunikasi langsung dengan anggota dewan. Beberapa contoh website atau blog anggota DPR yang sangat update adalah www.ahok.org yakni website dari Bapak Ir. Basuki Thahaja Purnama, MM yang duduk di Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, atau  seorang staff anggota DPD RI di http://www.facebook.com/ferdyefandy , http://ferdy-pulaukutercinta.blogspot.com/ ,http://markazz212.multiply.com/,https://twitter.com/#!/Ferdy_Markazz.
Selain website, facebook juga menjadi salah satu sarana untuk dapat berkomunikasi melalui dunia maya dengan anggota dewan. Di era saat ini, hampir semua anggota dewan telah memiliki akun facebook. Dengan hanya memiliki akun facebook dan berteman dengan anggota dewan maka kita sudah dapat langsung berkomunikasi dengan mereka.

3.    Lobby melalui tenaga ahli atau staf anggota dewan
Alternatif langkah lainnya adalah melalui diskusi informal atau lobi kepada tenaga ahli atau staf anggota dewan. Langkah ini juga dapat diterapkan kepada staf ahli fraksi sehingga kita dapat mengetahui pandanganpandangan fraksi dan memberikan input.

Akses masyarakat untuk dapat menyalurkan aspirasi mereka juga dilakukan oleh negaranegara lain, dengan peraturannya masingmasing. Sebagai contoh, di Kanada, dibuka ruang untuk melakukan konsultasi publik oleh Parlemen Kanada yang dilaksanakan oleh Komite. Komite memiliki kewenangan untuk melakukan advokasi legislasi, mengkaji kebijakan pemerintah, memimpin investigasi, memeriksa pengeluaran departemen, dan penelitian. Sejak 1985, kewenangan tersebut meningkat ketika HoC mengadopsi peraturan bahwa Komite tidak memerlukan persetujuan dari HoC untuk melaksanakan public hearing atau commision studies. Penelitian dan technical support service disediakan untuk setiap komite. Dengan begitu, public hearing menjadi salah satu sarana penting. Komite dapat melakukan berbagai macam kegiatan,
melakukan kunjungan, mengadakan berbagai macam pertemuan forum, diskusi terbatas, FGD, dsb. Dewan anggaran pun kemudian memasukkan kegiatan tersebut dalam setiap rancangan anggaran. Beberapa cara lain yang digunakan oleh Parlemen untuk mengumpulkan serta memberikan informasi kepada publik antara lain, pertama, dengan menggunakan internet untuk penyandang cacat. Langkah ini menjadi salah satu cara yang paling digemari masyarakat (90% masyarakat mengatakan senang). Kedua, menyediakan siaran langsung yang meliput pembahasan UU dan commitee hearing.

Contoh lain adalah di negara Namibia17, sebuah negara di benua Afrika. Partisipasi
publik dalam pembuatan kebijakan di legislatif diatur dalam konstitusi. Konstitusi mengatur agar Dewan Nasional (National Council) berada pada posisi sebagai perwakilan masyarakat sehingga merepresentasikan suara rakyat dan parlemen. Dengan adanya Dewan Nasional dimungkinkan adanya debat di tingkat regional dan konsesus untuk meningkatkan partisipasi publik di daerah. Namun Dewan Nasional ini memiliki tantangan tersendiri. Sebagai satusatunya lembaga perwakilan, Dewan Nasional memiliki kewajiban konstitusional untuk mengumpulkan dan menggabungkan berbagai pandangan publik ke dalam legislasi.

Perwakilan Daerah sebagai lembaga yang paling dekat dengan masyarakat berkewajiban untuk memfasilitasi dialog publik pada legislasi nasional, pengumpulan dan fasilitasi masukan dari masyarakat lokal dan pejabat daerah, NGO/LSM, kelompok masyarakat daerah, dan pemangku kepentingan daerah. Untuk mengukur tingkat partisipasi publik, Dewan Nasional melakukan survey nasional yang melibatkan 13 Perwakilan Daerah, ahli di tingkat daerah dan tradisional di setiap tingkatan, bisnis, NGO/LSM, dan kelompok masyarakat melalui NANGOF.
Pelaksanaan survey dilakukan melalui penyebaran kuesioner, workshop daerah, dan konferensi nasional. Survey dan konferensi nasional fokus pada area: partisipasi di tingkat daerah dalam proses legislasi, aksesibilitas kepada Dewan Nasional, aksesibilitas kepada anggota Dewan Nasional, aksesibilitas terhadap informasi legislatif di parlemen, aksesibilitas terhadap calendar kerja parlemen dan program, desentralisasi dan peran daerah dalam legislatif dan perkembangan pembuatan kebijakan

Di Indonesia, berdasarkan kinerja DPR RI di periodeperiode yang lalu, partisipasi masyarakat cenderung tidak maksimal. Sebagai contoh, berdasar pantauan LSPP (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan) dari keseluruhan rapat sebesar 60% rapat diselenggarakan tanpa kuorum. Dari 60% rapat itu, 51,67% adalah RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) atau audiensi dengan masyarakat. Namun, rapat tetap diselenggarakan dengan alasan rapat tersebut tak mengambil keputusan. Selain itu, menurut Koordinator ICW (Indonesia Coruption Watch) , Danang Widoyoko, DPR sengaja menutup akses publik terkait dengan pembahasan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. UU Tipikor akan disahkan menjelang akhir jabatan DPR pada bulan September 2009 tanpa partisipasi publik. Beberapa contoh ini memperlihatkan bahwa meskipun akses partisipasi masyarakat tetap dibuka oleh parlemen akan tetapi hanya terlihat sebagai sebuah basabasi politik.

Fakta lain berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam pemberian aspirasi publik adalah pada tahun 1999, 24% masyarakat merasa pemerintah tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan (perasaan terabaikan) dan 69% yang tidak merasa terabaikan. Survey tahun 2003, 47% masyarakat merasa terabaikan oleh pemerintah. Sedangkan masyarakat yang merasa tidak terabaikan berjumlah 39%18. Berdasarkan jajak pendapat pada bulan Agustus 200719, tingkat ketidakpuasan rakyat pada DPR dalam hal menyalurkan aspirasi masyarakat adalah 77,4%. Pada bulan Maret 2008 sebesar 84,7%. Pada April 2009, 75% responden menilai sejauh ini aspirasinya belum atau tidak terwakili oleh parlemen. Berdasarkan angkaangka survei di atas, terlihat bahwa hak partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan kepada pemerintah atau lembaga legislatif tidak terlalu tinggi. Masyarakat masih merasa bahwa apa yang mereka sampaikan pada ujungnya tidak akan didengar yang kemudian masyarakat apatis terhadap kegiatan legislasi. Hal ini tentunya semakin mempertegas bahwa partisipasi publik yang selama ini dilaksanakan adalah proyek setengah hati DPR.

Berdasarkan faktafakta ini terlihat bahwa akses masyarakat untuk dapat memberikan aspirasinya kepada lembaga legislatif belum maksimal, meskipun caracara yang dapat
dilakukan telah ada. Ada 2 faktor utama yang menghambat minimnya aspirasi masyarakat, yakni; ketidaktahuan publik akan cara dan alternatif cara baik secara formal maupun informal untuk dapat menyalurkan aspirasinya dan tidak ditindaklanjutinya aspirasi masyarakat yang telah disampaikan. Berdasarkan dua faktor utama tersebut maka yang dapat dilakukan adalah menyebarkan informasi tentang langkahlangkah apa saja yang dapat masyarakat lakukan untuk turut serta aktif memberikan aspirasinya kepada lembaga pembuat kebijakan. Tidak hanya DPR dan DPD yang harus menyebarkan caracara ini, tetapi juga pemerintah dan kalangan akademisi. Dengan mengetahui langkahlangkah yang dapat dilakukan diharapkan masyarakat dengan mudah dapat menyalurkan aspirasi mereka dan ikut menjadi bagian dari kebijakankebijakan yang akan dihasilkan. Dapat juga disiarkan di stasiun TV secara langsung saat RDPU dengan kalangan masyarakat sedang berlangsung.

Selain itu, lembaga legislatif juga harus menerima aspirasi masyarakat dengan serius Tidak berarti hanya didengar kemudian tidak dipertimbangkan. Tanggapan yang baik dari anggota dewan akan membuat masyarakat lebih antusias. Sebagai contoh, di website DPR di kolom aspirasi yang sudah diproses seharusnya tidak dibiarkan kosong begitu saja. Apakah ini berarti tidak ada satu pun aspirasi yang masuk atau memang aspirasi tersebut tidak diproses? Hal inilah yang membuat masyarakat menjadi malas memberikan aspirasi mereka. Mereka menjadi apatis terhadap proses pembuatan kebijakan dan berimplikasi terhadap kebijakan yang dihasilkan tidak representatif. Tentunya hal ini harus kita minimalisasi secara bersama dan menjadi pekerjaan rumah bersama. ( F312DY )

http://markazz102.multiply.com/